Jumat, 07 Mei 2010

Politik di Indonesia

SISTEM POLITIK INDONESIA BERDASARKAN DEMOKRASI SESUAI DENGAN PROSEDUR SUBSTANTIF DEMOKRASI

Konsep sistem politik secara historis memiliki sejarah yang panjang dari jaman Athena Yunani Kuno hingga bentuk sistem pemerintahan yang presidensiil dan parlementer saat ini. Hal itu tidak lepas dari perkembangan sistem politik dari masa ke masa beserta perubahan dan perkembangan yang mempengaruhinya.

Perkembangan sistem politik di dunia, berturut-turut terdiri atas otokrasi tradisional ke totaliter dan sampai pada demokrasi. Di antara ketiga model sistem politik tersebut terdapat sistem politik yang timbul karena disesuaikan dengan kultur dan struktur masyarakat setempat maupun yang timbul sebagai kombinasi unsur-unsur terbaik dari ketiga sistem politik tersebut, seperti sistem politik negara-negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia.

SEJARAH SINGKAT SISTEM POLITIK INDONESIA: SISTEM POLITIK PANCASILA

Indonesia baru berusia lebih sedikit dari enam puluh tahun sejak kemerdekaannya diakui dunia pada 19 Desember 1949. Indonesia beberapa kali mengalami resesi ekonomi dan ketidakstabilan politik disebabkan pemerintahan yang masih teramat muda. Pengambilalihan kekuasaan dari tangan penjajah Belanda berlangsung dalam waktu singkat sehingga pemerintahan baru Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno tampaknya tidak mengantisipasi gelombang perang saudara, ancaman disintegrasi, gerakan separatisme, hingga konflik bilateral antara Indonesia-Malaysia dan Indonesia-Belanda (Irian Barat). Bahkan tantangan yang demikian semakin kompleks dalam kehidupan bernegara yang tersusun atas perbedaan-perbedaan yang pluralistik. Sehingga menjadi sulit untuk menjalin kesepakatan utuh terhadap sistem politik yang bagaimanakah yang sebenarnya sesuai untuk diterapkan di Indonesia tanpa harus memecah persatuan dan kesatuan republik Indonesia.

Model sistem politik setiap negara berbeda satu sama lain, hal ini menyebabkan model sistem politik suatu negara yang efektif tidak menjamin sesuai dengan iklim sistem politik di negara lain. Faktor historis menjadi variabel krusial karena setiap negara sudah pasti mempunyai pengalaman historis yang berbeda-beda. Pengalaman historis yang demikian membentuk karakter rakyat dan identitas suatu negara. Oleh karena itu, jika terdapat anggapan “Indonesia seharusnya belajar mengadopsi model sistem politik Amerika yang liberal menjamin kemajuan Indonesia layaknya Amerika”, hal itu merupakan asumsi dasar yang sama sekali keliru dan tidak masuk akal walaupun di dalamnya terdapat iktikad baik.

Model sistem politik indonesia, sebagaimana yang tersirat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Pancasila, adalah Demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, permusyawaratan dan keadilan sosial. Model sistem politik yang demikian bukan adopsi, adaptasi maupun kooptasi dari model sistem politik di negara manapun. Sebaliknya, nilai-nilai tersebut diatas merupakan representasi dari keanekaragaman masyarakat indonesia yang pluralistik.

Berikut, mari kita bahas sistem politik demokrasi dari sudut pandang struktural. Dari sudut pandang struktural, sistem politik demokrasi secara ideal ialah sistem politik yan gmemelihara keseimbangan antara konflik dan konsensus. Artinya, demokrasi memungkinkan perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan di antara individu dan pemerintah, kelompok dan pemerintah, bahkan di atanra lembaga-lembaga pemerintah[1]. Secara komparatif dengan pelaksanaan demokrasi Pancasila Indonesia, teori yang demikian tidak menyediakan lapangan praktikal yang komprehensif dimana demokrasi Pancasila Indonesia masih mengemban nilai-nilai tradisional yang cenderung konservatif dimana kebebasan berpendapat masih tidak dihargai dan tidak dimanfaatkan pada situasi dan kondisi yang tepat. Dengan kata lain, pemerintah, badan legislatif dan yudikatif, dan rakyat seolah tidak dihubungkan oleh benang merah demokrasi Pancasila. Dengan demikian, model sistem politik Pancasila gagal dalam menjembatani konflik kepentingan dan keselarasan dan harmoni hubungan antara aktor-aktor politik. Yang demikian itu, menyebabkan Indonesia terus menerus mengalami ketidakstabilan politik yang berakibat multidimensional, antara lain berpengaruh pada ekonomi dan aspek mendasar penyusun stabilitas domestik Indonesia.

PROSEDUR SUBSTANTIF DEMOKRASI INDONESIA

Secara literatur melalui berbagai studi komparatif tentang pelaksanaan, pengawasan Demokrasi di berbagai negara industri maju dan negara berkembang, sebagaimana contoh ialah Indonesia. Dalam bukunya, Alan Grant mengungkapan proses sistem politik Amerika Serikat dengan adanya sistem check and balance[2] yang berisi upaya untuk saling mengawasi dan mengontrol kinerja antara tiga lembaga: eksekutif, legislatif dan yudikatif pemerintahan Amerika Serikat. Check and balance tersebut dilakukan guna menjamin kestabilan politik dengan menghindari terdapatnya satu kekuatan dominan yang mendesak dan menindas hak-hak dasar individu rakyat Amerika, tentu saja check and balance dieksekusi dengan prosedur yang mendekati benar atau bahkan sebenarnya hingga terjadi sinergis dan korelasi yang erat antara ketiga lembaga pemerintahan tersebut. Berbeda dengan Indonesia, tidak terdapat substantif demokrasi yang bekerja fungsional sebagaimana yang dimiliki Amerika. Absennya substantif demokrasi tersebut dalam tubuh internal parlemen Indonesia berdampak pada tidak tersalurnya upaya untuk saling mengkritik dengan sehat dan sportif kinerja masing-masing lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif Indonesia. Konsekuensinya adalah, karena kritikan tersebut tidak tersalurkan melalui wadah yang sehat, maka kritikan tersebut berkembang dan meluas di kalangan individu-individu yang memiliki kepentingan dan konflik laten dengan lembaga yang ada maupun terhadap perseorangan yang berkuasa di lembaga pemerintahan tersebut. Berkembangnya kritikan secara liar hingga ke media massa tentu saja memicu ketidakstabilan politik internal dan berdampak secara multilateral.

Menanggapi hal demikian, tidaklah semudah berkoar-koar tentang mana yang baik dan buruk, tapi semestinya aktor politik baik individu maupun kelompok kepentingan berpikir sehat dan dingin dalam menyelesaikan konflik bangsa. Adanya substantif demokrasi bagi Indonesia belum dikaji secara mendetail baik keuntungan dan fungsinya. Oleh karena itu, adanya substantif demokrasi bagi pelaksanaan dan arah sistem politik Indonesia hanyalah sebagai bahan komparasi dan pembelajaran tentang signifikasi substantif demokrasi dalam pola perilaku lembaga-lembaga pemerintahan sebagai wadah akomodasi konflik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar