Jumat, 07 Mei 2010

POLITIK DAN SISTEM POLITIK

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Tokoh Pemikir-pemikir politik

=>Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

=>Indonesia

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

SISTEM POLITIK

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter.

Politik di Indonesia

SISTEM POLITIK INDONESIA BERDASARKAN DEMOKRASI SESUAI DENGAN PROSEDUR SUBSTANTIF DEMOKRASI

Konsep sistem politik secara historis memiliki sejarah yang panjang dari jaman Athena Yunani Kuno hingga bentuk sistem pemerintahan yang presidensiil dan parlementer saat ini. Hal itu tidak lepas dari perkembangan sistem politik dari masa ke masa beserta perubahan dan perkembangan yang mempengaruhinya.

Perkembangan sistem politik di dunia, berturut-turut terdiri atas otokrasi tradisional ke totaliter dan sampai pada demokrasi. Di antara ketiga model sistem politik tersebut terdapat sistem politik yang timbul karena disesuaikan dengan kultur dan struktur masyarakat setempat maupun yang timbul sebagai kombinasi unsur-unsur terbaik dari ketiga sistem politik tersebut, seperti sistem politik negara-negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia.

SEJARAH SINGKAT SISTEM POLITIK INDONESIA: SISTEM POLITIK PANCASILA

Indonesia baru berusia lebih sedikit dari enam puluh tahun sejak kemerdekaannya diakui dunia pada 19 Desember 1949. Indonesia beberapa kali mengalami resesi ekonomi dan ketidakstabilan politik disebabkan pemerintahan yang masih teramat muda. Pengambilalihan kekuasaan dari tangan penjajah Belanda berlangsung dalam waktu singkat sehingga pemerintahan baru Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno tampaknya tidak mengantisipasi gelombang perang saudara, ancaman disintegrasi, gerakan separatisme, hingga konflik bilateral antara Indonesia-Malaysia dan Indonesia-Belanda (Irian Barat). Bahkan tantangan yang demikian semakin kompleks dalam kehidupan bernegara yang tersusun atas perbedaan-perbedaan yang pluralistik. Sehingga menjadi sulit untuk menjalin kesepakatan utuh terhadap sistem politik yang bagaimanakah yang sebenarnya sesuai untuk diterapkan di Indonesia tanpa harus memecah persatuan dan kesatuan republik Indonesia.

Model sistem politik setiap negara berbeda satu sama lain, hal ini menyebabkan model sistem politik suatu negara yang efektif tidak menjamin sesuai dengan iklim sistem politik di negara lain. Faktor historis menjadi variabel krusial karena setiap negara sudah pasti mempunyai pengalaman historis yang berbeda-beda. Pengalaman historis yang demikian membentuk karakter rakyat dan identitas suatu negara. Oleh karena itu, jika terdapat anggapan “Indonesia seharusnya belajar mengadopsi model sistem politik Amerika yang liberal menjamin kemajuan Indonesia layaknya Amerika”, hal itu merupakan asumsi dasar yang sama sekali keliru dan tidak masuk akal walaupun di dalamnya terdapat iktikad baik.

Model sistem politik indonesia, sebagaimana yang tersirat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Pancasila, adalah Demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, permusyawaratan dan keadilan sosial. Model sistem politik yang demikian bukan adopsi, adaptasi maupun kooptasi dari model sistem politik di negara manapun. Sebaliknya, nilai-nilai tersebut diatas merupakan representasi dari keanekaragaman masyarakat indonesia yang pluralistik.

Berikut, mari kita bahas sistem politik demokrasi dari sudut pandang struktural. Dari sudut pandang struktural, sistem politik demokrasi secara ideal ialah sistem politik yan gmemelihara keseimbangan antara konflik dan konsensus. Artinya, demokrasi memungkinkan perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan di antara individu dan pemerintah, kelompok dan pemerintah, bahkan di atanra lembaga-lembaga pemerintah[1]. Secara komparatif dengan pelaksanaan demokrasi Pancasila Indonesia, teori yang demikian tidak menyediakan lapangan praktikal yang komprehensif dimana demokrasi Pancasila Indonesia masih mengemban nilai-nilai tradisional yang cenderung konservatif dimana kebebasan berpendapat masih tidak dihargai dan tidak dimanfaatkan pada situasi dan kondisi yang tepat. Dengan kata lain, pemerintah, badan legislatif dan yudikatif, dan rakyat seolah tidak dihubungkan oleh benang merah demokrasi Pancasila. Dengan demikian, model sistem politik Pancasila gagal dalam menjembatani konflik kepentingan dan keselarasan dan harmoni hubungan antara aktor-aktor politik. Yang demikian itu, menyebabkan Indonesia terus menerus mengalami ketidakstabilan politik yang berakibat multidimensional, antara lain berpengaruh pada ekonomi dan aspek mendasar penyusun stabilitas domestik Indonesia.

PROSEDUR SUBSTANTIF DEMOKRASI INDONESIA

Secara literatur melalui berbagai studi komparatif tentang pelaksanaan, pengawasan Demokrasi di berbagai negara industri maju dan negara berkembang, sebagaimana contoh ialah Indonesia. Dalam bukunya, Alan Grant mengungkapan proses sistem politik Amerika Serikat dengan adanya sistem check and balance[2] yang berisi upaya untuk saling mengawasi dan mengontrol kinerja antara tiga lembaga: eksekutif, legislatif dan yudikatif pemerintahan Amerika Serikat. Check and balance tersebut dilakukan guna menjamin kestabilan politik dengan menghindari terdapatnya satu kekuatan dominan yang mendesak dan menindas hak-hak dasar individu rakyat Amerika, tentu saja check and balance dieksekusi dengan prosedur yang mendekati benar atau bahkan sebenarnya hingga terjadi sinergis dan korelasi yang erat antara ketiga lembaga pemerintahan tersebut. Berbeda dengan Indonesia, tidak terdapat substantif demokrasi yang bekerja fungsional sebagaimana yang dimiliki Amerika. Absennya substantif demokrasi tersebut dalam tubuh internal parlemen Indonesia berdampak pada tidak tersalurnya upaya untuk saling mengkritik dengan sehat dan sportif kinerja masing-masing lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif Indonesia. Konsekuensinya adalah, karena kritikan tersebut tidak tersalurkan melalui wadah yang sehat, maka kritikan tersebut berkembang dan meluas di kalangan individu-individu yang memiliki kepentingan dan konflik laten dengan lembaga yang ada maupun terhadap perseorangan yang berkuasa di lembaga pemerintahan tersebut. Berkembangnya kritikan secara liar hingga ke media massa tentu saja memicu ketidakstabilan politik internal dan berdampak secara multilateral.

Menanggapi hal demikian, tidaklah semudah berkoar-koar tentang mana yang baik dan buruk, tapi semestinya aktor politik baik individu maupun kelompok kepentingan berpikir sehat dan dingin dalam menyelesaikan konflik bangsa. Adanya substantif demokrasi bagi Indonesia belum dikaji secara mendetail baik keuntungan dan fungsinya. Oleh karena itu, adanya substantif demokrasi bagi pelaksanaan dan arah sistem politik Indonesia hanyalah sebagai bahan komparasi dan pembelajaran tentang signifikasi substantif demokrasi dalam pola perilaku lembaga-lembaga pemerintahan sebagai wadah akomodasi konflik.